Ilmu ghaib akan berakibat menyusahkan diri ketika akan meninggal dunia
May 18, 2019
Edit
Kata orang bila belajar ilmu-ilmu spiritual yang bersifat ghaib akan berakibat menyusahkan diri ketika akan meninggal dunia. Tersiksa di ambang sakaratul maut. Betulkah demikian?
Artikel ini merupakan sebuah wacana, mengurai kondisi penyebab sebenarnya “susah mati” itu. Semoga bermanfaat untuk pembaca sekalian yang ingin mulai menapaki dunia spiritual maupun yang telah menyelaminya.
Apabila kita mengandalkan ilmu dan menganggap bahwa semua khasiat yang terjadi adalah semata-mata dari ilmu tersebut. Lalu menyakini bahwa ilmu ini-ilmu itu sakti. Maka tanpa kita sadari sebenarnya diri kita telah terlena oleh kehebatan ilmu dan sejatinya kita telah lupa kepada kuasa Tuhan YME.
Akhirnya ketika tiba saatnya datang ujian dari Tuhan berupa musibah, masalah, problem hidup maka diri kita merasa aman. Merasa bahwa masalah apapun itu jenisnya akan dapat diatasi dengan khasiat ilmu-ilmu tadi. Rasa aman karena mengantungkan diri kepada kehebatan ilmu itulah yang merupakan kesesatan. Menurunkan kadar ketaqwaan kita kepada Tuhan YME. Bukankah seharusnya hanya Tuhan tempat bergantung segala harapan dan segala sesuatu dialam semesta ini?? cobalah tengok Surat Al-ikhlas.
Beruntunglah bila kita senantiasa diberi anugerah selalu mawas diri dan waspada dari segala hal yang membuat terlenanya hati. Namun bila kita tidak menyadarinya, akibat dari rasa aman menggantungkan diri kepada kehebatan ilmu tersebut membuat kita akan semakin lalai untuk berharap (berdoa) secara sungguh-sungguh kepada Tuhan YME.
Berdoa hanya sekedar formalitas dalam ucapan / rapalan saja. “Toh, nanti masalah ini juga dapat diselesaikan dengan ilmu ini atau ilmu itu..” begitulah kira-kira yang muncul dalam benak pikiran. Apabila sudah demikian keadaannya maka dapat dipastikan diri sang pengamal ilmu akan semakin jauh dari penghambaan kepada Tuhan. Sebaliknya cenderung lebih percaya dengan ilmunya, lebih yakin dengan kesaktiannya, menghamba kepada khasiat-khasiat ilmu dunia yang fana. Terjangkitlah sifat Takabur (melupakan kuasa Tuhan).
Jika penyakit hati ini mengendap semakin larut dalam hati, maka ketika tiba saatnya nanti tanda-tanda datangnya Malaikat Maut pencabut nyawa hendak memisahkannya dari kehidupan dunia. Sang pengamal ilmu akan ketakutan luar biasa, tidak ikhlas, tidak ridho. Secara otomatis ia akan berharap kepada ilmunya dengan segala kehebatannya dapat menyelesaikan perkara ini. Karena selama hidupnya memang sudah terbiasa menggantungkan diri seperti itu.
Padahal kita tahu bahwa perkara yang satu ini tidak dapat diselesaikan dengan ilmu-ilmu itu. Semua itu hanyalah harapan kosong, hanya membuat semakin tersesat dalam kegelapan, hanya membuat semakin takut mati. Lebih rindu dunia daripada negeri akhirat. Lebih percaya ilmunya daripada Tuhan. Maka semakin tersiksalah jiwanya diambang pintu kematian. Jiwanya merintih sementara tubuhnya kesakitan dan kepayahan.
Jadi, sebenarnya keadaan “susah mati” yang biasa dialami oleh para pengamal ilmu ghaib itu karena hal itu tadi. Takabur dan terlalu cinta dunia yang membuatnya tidak ikhlas terhadap takdir Tuhan. Bukan karena ilmu ghaibnya yang dipahami seperti tarik menarik antara khadam Ilmu (JIN) dengan Malaikat yang sedang memperebutkan arwah sang pengamal ilmu. Tidak pernah ada cerita orang mati bisa hidup lagi gara-gara Khadam ilmu kesaktiannya telah mengalahkan Malaikat Maut!? Karena memang tidak pernah terjadi kejadian “tarik-menarik” itu. Tercabutnya ruh dari jasad seseorang adalah dimensi mutlak Malaikat Maut. Tidak ada makhluk lain yang bisa menghalangi Malaikat yang mengemban tugas dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Andai saja jiwa dan hati kita terbiasa dengan penghambaan kepada Tuhan, hanya menggantungkan harapan kepada-NYA, berdoa yang baik kepada-NYA dengan melalui ilmu-ilmu spiritual. Menyandarkan segala macam doa, mantera, ajian, hizib, ratib, wirid atau apapun itu namanya hanya kepada kuasaNYA niscaya, hati ini akan lebih percaya dan ikhlas terhadap kehendak & takdirNYA hingga akhir hayat nanti.
Maka dari itu belajar ilmu spiritual juga membutuhkan pengkajian. Tidak hanya sekedar mengamalkan ilmu dan merasakan daya manfaatnya. Dengan harapan semoga nantinya dapat meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan YME. Karena seperti kata para sesepuh: “Ilmu Yang Sejati Tidak Akan Pernah Meniadakan Tuhan”
Jadi jangan takut untuk belajar ilmu spiritual. Selama dibimbing dengan baik dan benar.
Artikel ini merupakan sebuah wacana, mengurai kondisi penyebab sebenarnya “susah mati” itu. Semoga bermanfaat untuk pembaca sekalian yang ingin mulai menapaki dunia spiritual maupun yang telah menyelaminya.
Apabila kita mengandalkan ilmu dan menganggap bahwa semua khasiat yang terjadi adalah semata-mata dari ilmu tersebut. Lalu menyakini bahwa ilmu ini-ilmu itu sakti. Maka tanpa kita sadari sebenarnya diri kita telah terlena oleh kehebatan ilmu dan sejatinya kita telah lupa kepada kuasa Tuhan YME.
Akhirnya ketika tiba saatnya datang ujian dari Tuhan berupa musibah, masalah, problem hidup maka diri kita merasa aman. Merasa bahwa masalah apapun itu jenisnya akan dapat diatasi dengan khasiat ilmu-ilmu tadi. Rasa aman karena mengantungkan diri kepada kehebatan ilmu itulah yang merupakan kesesatan. Menurunkan kadar ketaqwaan kita kepada Tuhan YME. Bukankah seharusnya hanya Tuhan tempat bergantung segala harapan dan segala sesuatu dialam semesta ini?? cobalah tengok Surat Al-ikhlas.
Beruntunglah bila kita senantiasa diberi anugerah selalu mawas diri dan waspada dari segala hal yang membuat terlenanya hati. Namun bila kita tidak menyadarinya, akibat dari rasa aman menggantungkan diri kepada kehebatan ilmu tersebut membuat kita akan semakin lalai untuk berharap (berdoa) secara sungguh-sungguh kepada Tuhan YME.
Berdoa hanya sekedar formalitas dalam ucapan / rapalan saja. “Toh, nanti masalah ini juga dapat diselesaikan dengan ilmu ini atau ilmu itu..” begitulah kira-kira yang muncul dalam benak pikiran. Apabila sudah demikian keadaannya maka dapat dipastikan diri sang pengamal ilmu akan semakin jauh dari penghambaan kepada Tuhan. Sebaliknya cenderung lebih percaya dengan ilmunya, lebih yakin dengan kesaktiannya, menghamba kepada khasiat-khasiat ilmu dunia yang fana. Terjangkitlah sifat Takabur (melupakan kuasa Tuhan).
Jika penyakit hati ini mengendap semakin larut dalam hati, maka ketika tiba saatnya nanti tanda-tanda datangnya Malaikat Maut pencabut nyawa hendak memisahkannya dari kehidupan dunia. Sang pengamal ilmu akan ketakutan luar biasa, tidak ikhlas, tidak ridho. Secara otomatis ia akan berharap kepada ilmunya dengan segala kehebatannya dapat menyelesaikan perkara ini. Karena selama hidupnya memang sudah terbiasa menggantungkan diri seperti itu.
Padahal kita tahu bahwa perkara yang satu ini tidak dapat diselesaikan dengan ilmu-ilmu itu. Semua itu hanyalah harapan kosong, hanya membuat semakin tersesat dalam kegelapan, hanya membuat semakin takut mati. Lebih rindu dunia daripada negeri akhirat. Lebih percaya ilmunya daripada Tuhan. Maka semakin tersiksalah jiwanya diambang pintu kematian. Jiwanya merintih sementara tubuhnya kesakitan dan kepayahan.
Jadi, sebenarnya keadaan “susah mati” yang biasa dialami oleh para pengamal ilmu ghaib itu karena hal itu tadi. Takabur dan terlalu cinta dunia yang membuatnya tidak ikhlas terhadap takdir Tuhan. Bukan karena ilmu ghaibnya yang dipahami seperti tarik menarik antara khadam Ilmu (JIN) dengan Malaikat yang sedang memperebutkan arwah sang pengamal ilmu. Tidak pernah ada cerita orang mati bisa hidup lagi gara-gara Khadam ilmu kesaktiannya telah mengalahkan Malaikat Maut!? Karena memang tidak pernah terjadi kejadian “tarik-menarik” itu. Tercabutnya ruh dari jasad seseorang adalah dimensi mutlak Malaikat Maut. Tidak ada makhluk lain yang bisa menghalangi Malaikat yang mengemban tugas dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Andai saja jiwa dan hati kita terbiasa dengan penghambaan kepada Tuhan, hanya menggantungkan harapan kepada-NYA, berdoa yang baik kepada-NYA dengan melalui ilmu-ilmu spiritual. Menyandarkan segala macam doa, mantera, ajian, hizib, ratib, wirid atau apapun itu namanya hanya kepada kuasaNYA niscaya, hati ini akan lebih percaya dan ikhlas terhadap kehendak & takdirNYA hingga akhir hayat nanti.
Maka dari itu belajar ilmu spiritual juga membutuhkan pengkajian. Tidak hanya sekedar mengamalkan ilmu dan merasakan daya manfaatnya. Dengan harapan semoga nantinya dapat meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan YME. Karena seperti kata para sesepuh: “Ilmu Yang Sejati Tidak Akan Pernah Meniadakan Tuhan”
Jadi jangan takut untuk belajar ilmu spiritual. Selama dibimbing dengan baik dan benar.